Sabtu, 04 Januari 2014

Hari Lahir Pancasila

Menjelang kekalahannya di akhir Perang Pasifik, tentara pendudukan Jepang berusaha menarik dukungan rakyat Indonesia dengan membentuk Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai atau Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Pada tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno mendapat giliran untuk menyampaikan gagasannya tentang dasar negara Indonesia Merdeka, yang dinamakannya Pancasila. Pidato yang tidak dipersiapkan secara tertulis terlebih dahulu itu diterima secara aklamasi oleh segenap anggota Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai.
Selanjutnya BPUPKI membentuk Panitia Kecil untuk merumuskan dan menyusun Undang-Undang Dasar dengan berpedoman pada pidato Bung Karno itu. Dibentuklah Panitia Sembilan (terdiri dari Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, Mr. AA Maramis, Abikusno Tjokrosujoso, Abdulkahar Muzakir, HA Salim, Achmad Soebardjo dan Muhammad Yamin) yang bertugas : Merumuskan kembali Pancasila sebagai Dasar Negara berdasar pidato yang diucapkan Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945, dan menjadikan dokumen itu sebagai teks untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Demikianlah, lewat proses persidangan dan lobi-lobi akhirnya Pancasila penggalian Bung Karno tersebut berhasil dirumuskan untuk dicantumkan dalam Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945, yang disahkan dan dinyatakan sebagai dasar negara Indonesia Merdeka pada tanggal 18 Agustus 1945.
Dalam kedudukan sebagai pemimpin bangsa, Bung Karno tidak pernah melepaskan kesempatan untuk tetap menyosialisasikan Pancasila. Lewat bebagai kesempatan, baik pidato, ceramah, kursus, dan kuliah umum, selalu dijelas-jelaskannya asal-usul dan perkembangan historis masyarakat dan bangsa Indonesia, situasi dan kondisi yang melingkupinya, serta pemikiran-pemikiran dan filosofi yang menjadi dasar dan latar belakang “lahirnya” Pancasila. Juga selalu diyakin-yakinkannya tentang benarnya Pancasila itu sebagai satu-satunya dasar yang bisa dijadikan landasan membangun Indonesia Raya dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berwilayah dari Sabang sampai Merauke, yang merdeka dan berdaulat penuh, demokratis, adil-makmur, rukun-bersatu, aman dan damai untuk selama-lamanya.
Meskipun telah menjadi dasar negara dan filsafat bangsa, pada sidang-sidang badan pembentuk Undang-Undang Dasar (Konstituante) yang berlangsung antara tahun 1957 sampai dengan 1959, Pancasila mendapat ujian yang cukup berat. Tapi berkat kuatnya dukungan sebagian besar rakyat Indonesia, lewat Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Pancasila tetap tegak sebagai dasar negara dan falsafah bangsa Indonesia.
Tetapi ternyata pihak neo-kolonialis dan pihak yang anti-Pancasila tidak tinggal diam. Setelah meletusnya G30S pada tahun 1965, tidak hanya Sukarno yang harus “diselesaikan” dan “dipendhem jero”, bukan hanya Republik Proklamasi yang harus diberi warna dan diperlemah, tetapi juga roh bangsai yang bernama Pancasila itu harus secara halus dan pelan-pelan ditiadakan dari bumi Indonesia.
Dengan melalui segala cara dilakukanlah upaya untuk menghapuskan nama Sukarno dalam kaitannya dengan Pancasila. Misalnya, dinyatakan tanggal 18 Agustus 1945 sebagai hari lahir Pancasila, bukan 1 Juni 1945. Demikian juga disebutkan, konsep utama Pancasila berasal dari Mr. Muh. Yamin, yang berpidato lebih dahulu dari Bung Karno.
Tetapi kebenaran tidak bisa ditutup-tutupi untuk selamanya. Ketika pemerintah Belanda menyerahkan dokumen-dokumen asli sidang BPUPKI, terbuktilah bahwa pidato Yamin tidak terdapat di dalamnya. Dengan demikian gugur pulalah teori bahwa Yamin adalah konseptor Pancasila. Maka polemik mengenai Pancasila pun berakhir dengan sendirinya.
Tapi sebagai akibat akumulatif dari polemik Pancasila itu, akhirnya orang menjadi skeptis terhadap Pancasila, kabur pemahaman dan pengertian-pengertiannya, dan menjadi tidak yakin lagi akan kebenarannya. Pancasila semakin hari semakin redup, semakin sayup, tak terdengar lagi gaung dan geloranya.
Apalagi bersamaan dengan kampanye “menghabisi” Bung Karno itu dipropagandakan tekad untuk melaksanakan Pancasila “secara murni dan konsekuen”. Padahal di balik kampanye itu, sistem dan praktek-praktek yang dilaksanakan justru penuh ketidakadilan, kesewenang-wenangan, kekejaman, penindasan dan penginjak-injakan hak asasi manusia; penuh dengan korupsi, kolusi dan nepotisme; penuh dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan dan tindakan-tindakan yang anti-demokrasi dan a-nasional. Kesemuanya itu akhirnya membawa bangsa ini serba terpuruk dan mengalami krisis di segala bidang (krisis multidimensional) yang menyengsarakan rakyat dan mengancam kelangsungan hidup Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang sangat jauh dari cita-cita segenap bangsa Indonesia.
Yang menyedihkan, krisis itu menimbulkan kesimpulan, bahwa yang salah selama ini adalah dasar negara dan falsafah bangsa Pancasila, dan bukannya kesalahan pelaksana atau dalam pelaksanaannya.
Menyadari akan semuanya itu, maka dirasa sangat perlu untuk menyebarluaskan kembali Pancasila ajaran Bung Karno ke segenap lapisan masyarakat dan terutama generasi muda Indonesia, agar kita semua bisa memahaminya secara utuh, meyakini akan kebenarannya, dan siap untuk memperjuangkan dan melaksanakannya.
Untuk itu dalam himpunan ini, selain pidato Lahirnya Pancasila, juga disertakan ceramah, kursus atau kuliah umum yang pernah diberikan oleh Bung Karno dalam berbagai kesempatan. Misalnya kursus-kursus Pancasila yang berlangsung selama beberapa bulan di Jakarta, ceramah pada seminar Pancasila di Yogyakarta, dan pidato peringatan Pancasila di Jakarta.
Kami yakin, bahwa kehadiran sebuah buku yang berisi pidato “Lahirnya Pancasila” beserta rangkaian uraian yang menjelaskannya, yang berasal dari tangan pertama ini akan sangat diperlukan oleh segenap putera tanah air yang terus berusaha menjaga dan mengisi kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasar Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar